Poker Online, Ingatlah, Anak Belajar Berbohong Itu Dari Orang Tuanya - Berdasarkan hasil penelitian terhadap 8.600 murid SD di Amerika, sebanyak 92 persen dari mereka mengaku pernah membohongi orangtua. Wah tinggi sekali ya. Jadi, dengan presentase setinggi itu, apakah berbohong dapat dikatakan hal yang wajar? Kapan sih sebetulnya anak mulai bisa berbohong? Apa penyebabnya? Dan bagaimana mengatasinya?
Menurut Psikolog perkembangan anak, Wieka Dyah Partasari Psi M.Psi., berbohong digolongkan sebagai ketidakjujuran sebagaimana mencuri dan mencontek. Kebohongan mulai muncul saat usia anak mencapai 3-5 tahun, sebab saat ini mereka sudah mampu berkomunikasi secara verbal untuk mengungkapkan isi pikirannya. "Perlu diingat bahwa umur hanyalah sebagai panduan yang masih perlu disesuaikan dengan perkembangan setiap anak," katanya.
Setelah berusia tiga tahun anak mulai berlajar bahwa tidak semua orang mengetahui isi pikiran mereka. Apalagi ditambah daya imajinasi yang kuat dan senang mempraktikkan pengetahuan atau kemampuan yang baru didapatnya. Maka tidak heran jika ditanya tentang vas bunga yang terjatuh, anak mungkin akan menjawab bahwa pelakunya adalah serigala besar yang jahat.
Lalu, mengapa seorang anak berbohong? Sebab, sebagai orangtua pasti kaget saat tahu kalau anaknya berbohong. Padahal justru saat anak ketahuan bohong, ini tanda bahwa tiba saatnya orang tua introspeksi diri. Karena berbohong sebenarnya adalah hasil belajar, bukan sebuah kepribadian dasar.
Sengaja atau tidak sengaja, orangtua seringkali menauladani berbohong pada anak. Seringkali kita secara tidak sengaja juga mengucapkan hal yang dimaknai adalah sebuah kebohongan oleh anak. Misalnya berjanji hanya pergi sebentar saja, ternyata lama. Karena untuk anak, 15 menit adalah waktu yang cukup lama. Ketika orangtua pergi selama setengah jam, ini menjadi sebuah kebohongan untuk anak.
Kebiasaan orangtua menginterogasi anak juga membuat anak belajar berbohong. Ketika anak melakukan hal yang tidak disukai orangtua, lalu kemudian orangtua membombardir anak dengan banyak pertanyaan yang memojokkannya, seperti: "kenapa", "kok bisa sih?", dan lain sebagainya, otomatis naluri anak untuk pertahanan diri keluar. Agar marahnya mama atau papa tidak berkepanjangan, biasanya anak berbohong.
Penyebab lainnya adalah keinginan untuk memperoleh perhatian. Orangtua mungkin terlalu sibuk, dan anak mulai mengerti bahwa hal-hal negatif yang ia lakukan dapat mencuri perhatian orangtuanya. Mencari perhatian teman-teman juga bisa menjadi salah satu alasan kebohongan. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendanya apresiasi diri anak, atau enggan tersisih dari pergaulan.
Lalu bagaimana mengatasi hal ini? pertama-tama, berikan dulu pemahaman mengenai makna berbohong. Jelaskan padanya arti berbohong. Sampaikan juga bahwa berbohong akan membuat orang lain sedih atau kecewa. Jangan lupa juga untuk senantiasa menciptakan suasana komunikasi yang terbuka sehingga anak merasa nyaman untuk bercerita dan tidak merasa dihakimi.
Memberikan hukuman fisik atau kemarahan berlebihan pada anak saat berbohong cenderung merugikan dan tidak bisa memberikan pemahaman menyeluruh mengenai kebohongan. Karena ia malah akan lebih sering berbohong untuk menghindari hukuman. Anak akan mengerti bahwa ia akan mendapat hukuman bila ketahuan berbohong, tetapi akan baik-baik saja jika kebohongan itu tidak ketahuan. Akibatnya anak akan berusaha agar dapat berbohong tanpa ketahuan.
Maka sebaiknya, jadilah teladan kejujuran bagi anak. Berhenti mencontohkan kebohongan, apalagi menyuruh anak berbohong untuk kita. Ajarkan juga mengenai makna kesederhanaan dan rasa bersyukur. Hal ini terkait ego tinggi anak di hadapan teman-temannya. Tanamkan sejak dini pola hidup sederhana dan tidak banyak mengeluh. Hal ini akan memberikan motivasi pada anak untuk hidup jujur.
Tidak ada salahnya juga mengganti interogasi berlebihan dengan tindakan langsung, jika anak melakukan sesuatu yang tidak disukai orangtua. Misalnya "karena kamu sudah menghilangkan buku mama, padahal kamu janji untuk menjaganya baik-baik, maka sesuai kesepakatan, besok kamu tidak boleh pergi main sepeda dengan teman-teman ya.." hal ini akan membuat anak mengenal betul kesalahannya, dan tidak memberikan kesempatan baginya untuk berbohong.
Yang terpenting, berikan apresiasi saat anak berkata jujur. Agar jujur dimaknai sebagai sesuatu hal yang baik untuk anak, sehingga anak bersedia terus menerus berkata jujur. Karena ketika anak berkata jujur dan kemudian justru mendapat omelan dari orangtua, jujur akan dimaknai sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan. Sehingga anak lebih suka berbohong, karena dengan bohong hidupnya justru terasa lebih nyaman.