Bandar Poker - Lain waktu, suami Anda mengatakan bahwa Anda adalah wanita tercantik di dunia, cobalah untuk tidak meragukannya. Sebab, studi mengonfirmasi bahwa ketika seseorang menikah, maka mereka melihat wanita lain tidak semenarik istri di rumah.
Otak manusia mungkin berjalan dan menjaga pemiliknya dari segala godaan untuk mengkhianati pasangan resmi dengan mengagumi pesona orang lain.
Setidaknya begitulah hasil penemuan studi terbaru.
Studi yang mempelajari 131 responden heteroseksual yang telah menikah dan menjalani hubungan serius lebih dari satu tahun.
Seluruh responden diminta untuk melihat foto. Satu responden melihat dua foto dari objek yang sama. Foto pertama memperlihatkan objek foto dengan tampilan biasa-biasa saja. Foto kedua memperlihatkan objek foto sama tetapi lebih menarik dan menggoda.
Kemudian, mereka diperlihatkan foto dengan objek yang sama dengan tampilan yang sama sekali berbeda. Lalu, peneliti meminta responden untuk mencocokkan foto ketiga dengan dua foto lainnya.
Ternyata, para responden yang telah menikah mengingat objek foto pada foto pertama, yaitu foto yang kurang menarik.
Menurut peneliti, mereka yang sudah menikah memiliki daya memori untuk tidak melihat orang lain lebih menarik dari pasangan. Memori itu bekerja secara natural seiring kualitas hubungan dengan pasangan.
Peneliti pun menyimpulkan bahwa mereka yang sudah menikah, secara alamiah, melindungi diri dari godaan di lingkungan luar.
Kemudian, peneliti pun mempersempit jumlah responden menjadi 114 orang.
Mereka ditanya mengenai kebahagiaan pernikahan. Lalu, peneliti menjalani eksperimen seperti di sesi pertama.
Sesi lanjutan ini menemukan bahwa responden yang mengaku sangat bahagia secara konstan memilih foto dengan objek foto yang sama sekali tidak menarik.
Studi ini mendukung dan membenarkan sejumlah eksperimen dengan objek serupa di waktu sebelumnya.
Jadi, sekarang janganlah meragukan ketulusan suami saat mengagumi Anda dan mengatakan Anda merupakan wanita paling cantik di matanya.
Studi ini dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar